Ronald Fagundez Masih Bertahan di Persik

Ronald Fagundez menyatakan akan tetap bergabung membela Persik Kediri. Pemain asing andalan klub yang bermarkas di tepi Sungai Brantas itu tetap tinggal di Kediri. Padahal Persik sedang mengalami krisis keuangan.
"Fagundez menyatakan tetap bergabung di Persik. Keputusan dia sangat membahagiakan kami karena mau menerima kondisi kami sekarang," kata Iwan Budianto, manajer Persik, Selasa (25/11).
Keberadaan pemain kelahiran Uruguay, 12 Mei 1979, itu selama ini sangat mewarnai dan membuat benteng pertahanan Persik kukuh. Dengan gaya permainan yang khas dan kidal, sosok Fagundez mampu mengantarkan Persik menjadi tim bergengsi. Lelaki bernama lengkap Ronald Daian Fagundez Olivera itu sebelum hijrah ke Persik sempat membela PSM Makassar.
"Keputusan Fagundez diluar dugaan kami. Kami sangat berterima kasih padanya telah sudi tetap bersama kami berjuang di Liga Super 2008," kata Iwan.
Kepastian tetap bergabung di Persik dilontarkan Fagundez sendiri di sela-sela latihan rutin. Meskipun hanya mendapat gaji 60 persen, Fagundez yang bertinggi badan 180 centimeter dan berat 70 kilogram itu mau menerima dengan ikhlas. "Saya siap bertahan di Persik dan tidak ada masalah dengan situasi Persik sekarang," kata Fagundez.
Sejauh ini tinggal dua nama yang belum memberi keputusan akan tetap di Persik atau hengkang. Mereka adalah kiper Markus Horison dan Christian Gonzales. Sedangkan yang telah memastikan diri mundur dari Persik adalah Danilo Fernando yang akan hijrah ke Deltras Sidoarjo dan Budi Sudarsono. Laiannya menyatakan tetap bertahan di Persik.

Stadion Brawijaya Hangus Terbakar, Babak 8 Besar di Kediri Dicabut
Mungkin sudah ditakdirkan Stadion Brawijaya Kediri tidak bersahabat dengan Arema dan Aremania meskipun dilabeli ucapan selamat datang. Kejadian kelam sekitar empat tahun yang lalu kembali terulang kemarin (Rabu 16/1/08). Kita ulas kejadian ini mulai Rabu siang, saat rombongan besar Aremania dari Stasiun Kotabaru Malang berangkat molor hingga jam 2 siang karena menunggu datangnya tiket pertandingan. Kenapa tiket baru sampai di Malang jam 2 siang pada hari H? Apakah Panpel Kediri tidak memikirkan hal tersebut? Penjualan tiket di stadion tentu berbeda dengan pendistribusian tiket di Malang.
Rombongan berangkat sekitar jam 2 siang. Perjalanan berangkat rombongan sekitar 30 bis serta puluhan truk & mobil pribadi berjalan lancar hingga mendekati areal Stadion Brawijaya di kota Kediri. Tapi ketika mendekati area stadion, rombongan dilempari batu oleh oknum suporter lain. Tidak ditemui penyambutan dari Persikmania sebagaimana yang dijanjikan sebelumnya.
Bahkan ketika seluruh Aremania telah memasuki stadion, bernyanyi & berteriak yel-yel Aremania, tidak ada acara simbolis dari Persikmania selaku tuan rumah. Hanya ada ucapan selamat datang dari MC pertandingan. Aremania malah langsung berbaur dengan Singamania (Sriwijaya Mania) yang masih menyaksikan sisa pertandingan Sriwijaya FC vs PSMS Medan.
Pun demikian dengan kondisi Stadion Brawijaya yang tidak mampu menampung seluruh suporter. Hal ini telah dikemukakan jauh hari sebelum dimulainya babak 8 besar, tapi BLI dan Panpel selalu bergeming. Aparat keamanan pun terkesan ala-kadarnya. Sementara match steward hanya berkumpul di bawah tribun VIP. Inikah kinerja Panpel babak delapan besar di Stadion Brawijaya Kediri?
Suasana panas sebelum pertandingan merembet ke dalam lapangan. Berikut kronologis kejadiannya seperti dilansir Jawapos.com
1. Pukul 19.30 WIB, suporter Arema Malang mulai berteriak-teriak soal kinerja wasit. Itu setelah Persiwa Wamena unggul satu gol pada menit ke-28. Itu terjadi karena satu gol Arema oleh Patricio Morales dianulir pada menit ke-10.
2. Pukul 19.36 WIB, suporter Arema semakin beringas karena gol Patricio Morales kembali dianulir pada menit ke-36. Kondisi itu membuat pemain-pemain Arema protes kepada hakim garis Yuli Suratno. Mendadak ada oknum suporter yang nylonong masuk lapangan dan memukul Yuli.
3. Kejadian itu membuat suporter yang lain terpancing dengan melemparkan benda-benda keras dan botol minuman ke dalam lapangan. Kejadian itu membuat pertandingan selama 15 menit.
4. Setelah mereda dan Yuli diganti dengan Sudy Yunus, pertandingan kembali dimulai pada pukul 7.51 WIB dengan melanjutkan waktu pertandingan yang sudah berlangsung selama 36 menit.
5. Lanjutan pertadingan itu berlagsung lancar hingga babak I berakhir.
6. Pada pukul 8.26 WIB ketika pertandingan memasuki babak II menit ke-71 Aremania kembali membuat ulah. Tidak hanya melempar, mereka juga masuk ke lapangan menyerang asisten wasit.
7. Kemananan langsung turun tangan menyerbu suporter yang masuk. Tindakan itu tidak mengendalikan, tetapi justru membuat yang lain ikut masuk. Suasana pun makin tidak terkendali.
8. Kondisi itu terjadi selama lebih dari satu jam dan akhirnya dihentikan pada menit ke-71. Badan Liga Sepak Bola Indonesia (BLI) memutuskan Stadion Brawijaya, Kediri, tidak lagi digunakan untuk delapan besar.
Jangan Injak Ekor Singa
Secara subyektif, suporter mana yang tidak geram & emosi ketika melihat langsung timnya terus-terus menjadi bulan-bulanan wasit? Bahkan sampai 3 gol dianulir!! Oke kalau 2 gol Arema oleh Patricio Morales di babak pertama dianulir karena handsball dan offiside, tapi apakah gol Persiwa oleh Pieter Rumaropen juga “bersih” dari offside?
Ibarat bensin telah tertuang, kinerja wasit Jajat Sudrajat dan AW-nya malah menyulutkan api dengan menganulir gol (ketiga Arema yang dianulir) Emile Mbamba di babak kedua dan mengesahkan gol kedua Persiwa yang juga berbau offside. Tak perlu menunggu waktu lama, “api” pun berkobar.
Satu catatan lain adalah tentang kinerja Panpel dan aparat keamanan. Panpel (match steward) dan aparat kemanan terkesan “mempersilahkan” oknum Aremania melakukan lemparan-lemparan, hingga masuk ke lapangan dan memukul hakim garis. Tidak ada halauan-halauan untuk menertibkan suporter di sentelban. Yang perlu dicatat dalam kejadian kemarin adalah oknum Aremania tidak melakukan kekerasan secara membabi buta, melainkan hanya kepada dua orang, yaitu asisten wasit (hakim garis) yang keputusannya sangat merugikan tim Arema.
Kalau tindakan anarkis dan perusakan stadion Brawijaya oleh Aremania menjadi sorotan tajam, kenapa ulah oknum Persikmania yang melempari batu dan menghancurkan kendaraan rombongan Aremania dibiarkan begitu saja? Bahkan di tempat parkir pun, kaca-kaca mobil Aremania dipecah. Ketika rombongan Aremania dalam perjalanan pulang, hampir seluruh bis, truk, mobil pribadi, hingga sepeda motor menjadi sasaran lemparan baru selama 3 jam! Kaca-kaca bus dan mobil pecah (termasuk bus yang ditumpangi OngisNade.Net). Sementara oknum Persikmania yang melempari batu & ketapel tersebut bersembunyi di kegelapan malam, gang-gang, dan rumah-rumah penduduk.
Ketika sampai di Stasiun Kotabaru Malang jam 3 Kamis dini hari, saya melihat sendiri bagaimana hampir semua kaca bis & mobil pribadi hancur dan beberapa rekan Aremania terluka.
Secara obyektif, apapun alasannya tindakan onar dan anarki tidak bisa dibenarkan, termasuk di dunia sepakbola. Tapi, peribahasa lama : tidak ada asap kalau tidak ada api harus menjadi renungan kita bersama.
Sudah benar-kah pengurus sepakbola kita mengurusi sepakbola itu sendiri selama ini? Terlalu panjang menguraikannya di sini. Kita semua tahu bagaimana bobroknya kualitas sepakbola kita di bawah kepengurusan PSSI saat ini yang berimbas kepada carut-marutnya kompetisi sepakbola kita.
Dan seperti biasanya, semua orang / pihak yang tidak mengalami kejadiannya langsung di Kediri atau hanya menyaksikan di tv langsung angkat bicara. Yang tidak suka langsung menghujat dan ramai-ramai berkomentar, yang mengerti kejadiannya mencoba melihat masalahnya terlebih dulu.
Insiden tersebut juga berimbas kepada kelanjutan perhelatan babak delapan besar grup A yang dipindahkan venuenya.
Sementara itu kubu Arema dan Aremania juga sedang menanti hukuman dari komdis. Bagaimanapun bentuk dan beratnya hukuman itu, kubu Arema dan Aremania telah merapatkan barisan bersama satu tekad satu jiwa membela nama Arema. Seperti yang dikatakan oleh Manajer Arema, Satrija Budi Wibawa kepada salah satu media online nasional, “Kita lihat nanti seperti apa. Yang jelas Arema akan terus berjuang hingga tetes darah penghabisan.”
Prestasi
Kompetisi Nasional
| ![]() |
Turnamen Nasional
|
Turnamen Internasional
- JVC Cup Vietnam 2004: Semifinalis
- Liga Champions 2004: Peringkat ke-3 Grup G
- Liga Champions Asia 2006: Peringkat ke-3 Grup E
Sejarah Persik Kediri
Berdiri | : | 1950 | |||
Julukan | : | Macan Putih | |||
Sekretariat | : | Jl. Diponegoro 7 Kediri | |||
Telepon | : | 0354-686690 | |||
Stadion | : | Brawijaya Kediri | |||
Kapasitas | : | 20.000 |
Dalam catatan kearsipan pengurus, Persatuan Sepakbola Indonesia Kediri (Persik) berdiri pada tahun 1950, namun sayang tidak diketahui pasti mengenai tanggal dan bulannya. Sebagai pendiri adalah Bupati Kediri, R Muhammad Machin, karena saat itu Kediri masih berupa kabupaten, tidak ada pemisahan wilayah seperti sekarang, kabupaten dan kota. Dibantu Kusni dan Liem Giok Djie, pertama kali yang dilakukan Machin adalah merancang bendera tim yang tersusun dari dua warna berbeda. Bagian atas berwarna merah dan bawahnya hitam dengan tulisan PERSIK di tengah-tengah dua warna berbeda itu.
Sebagai tim perserikatan yang terdaftar di PSSI, Persik memiliki beberapa klub anggota, diantaranya PSAD, POP, Dhoho, Radio, dan Indonesia Muda (IM). Dalam tiga dekade (1960 hingga 1990-an) prestasi Persik belumlah menonjol bahkan di tingkat nasional pun masih kalah dibandingkan dengan "saudara mudanya" Persedikab Kabupaten Kediri yang pada era 1990-an tercatat dua kali mengikuti kompetisi Ligina.
Namun sejak ditangani Walikota Drs. H. A. Maschut, Persik menunjukkan perubahan. Mengawali debutnya di pentas nasional, Persik merekrut mantan pelatih Tim Nasional PSSI Pra Piala Dunia (PPD) 1986, Sinyo Aliandoe, untuk menangani klub kebanggaan warga Kota Kediri itu dalam Kompetisi Divisi I periode 2000-2001. Di bawah tangan dingin Om Sinyo itulah, para pemain Persik yang merupakan pemain-pemain dari Kediri dan sekitarnya itu mulai diperkenalkan dengan sistem sepakbola modern. Namun hanya dalam waktu satu tahun Om Sinyo berlabuh di Kota Kediri . Setelah itu Persik pun resmi ditangani mantan pemain Timnas PSSI, Jaya Hartono, yang sebelumnya hanyalah asisten Om Sinyo.
Sementara untuk semua urusan baik di dalam maupun di luar stadion, HA Maschut meminta bantuan putra menantunya, Iwan Budianto, yang beberapa tahun sebelumnya menangani Arema Malang. Di tangan Iwan-Jaya itulah, tim berjuluk "Macan Putih" itu unjuk gigi dengan berhasil menyabet gelar juara Kompetisi Divisi I PSSI tahun 2002. Gelar tersebut sekalkigus mengantarkan tim kebanggaan warga Kota Kediri itu “naik kelas” sebagai kontestan Divisi Utama dalam Ligina untuk musim kompetisi IX/2003.
Sejak kompetisi itu digelar pada bulan Januari 2003, Persik sudah mengklaim dirinya sebagai tim dari daerah yang tak sekadar "Numpang Lewat". Tekad itu terpatri di dalam lubuk sanubari para pemain, sehingga dengan usaha keras dan penuh dramatis, Persik mampu mencuri perhatian publik bola di Tanah Air setelah berhasil memboyong Piala Presiden setelah mengukuhkan dirinya sebagai juara Ligina IX/2003.
Persik mampu memupuskan harapan tim-tim besar, seperti PSM Makassar, Persija Jakarta, dan Persita Tangerang yang saat itu sangat berambisi menjadi kampiun dalam kompetisi paling bergengsi di Jagad Nusantara ini. Piala Presiden itu kembali berlabuh di Kota Kediri setelah Persik berhasil menjuarai kompetisi Divisi Utama Ligina XII/2006 setelah menyudahi perlawanan sengit PSIS Semarang dengan skor 1-0 di partai final yang digelar di Stadion Manahan Solo, September 2006 lalu.
Dipandang Sebelah Mata
Untuk mendapatkan prestasi seperti itu tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Persik yang awalnya dipandang sebelah mata berubah menjadi tim yang lapar akan kemenangan. Ini bisa dilihat di awal-awal kompetisi LBM IX berjalan, Persik terseok-seok bahkan pernah menduduki peringkat ke-13 klasemen sementara.
Perlahan tetapi pasti, kemenangan demi kemenangan diraihnya hingga pada putaran pertama Persik sempat menempati puncak klasemen sementara. Dan di putaran kedua prestasi Pesik semakin stabil hingga kompetisi berakhir Persik sukses menjadi juara.
Dengan diperkuat tiga legiun asing asal Cile, yakni Fernando, Juan Carlos dan Alejandro Bernald, pada tahun 2002 Persik menorehkan tinta emas setelah berhasil menyabet Juara Divisi I PSSI, dimana pertandingan empat besarnya diselenggarakan di Manado. Prestasi itu memastikan Persik masuk Divisi Utama Ligina IX/2003. Namun sebelum ikut kompetisi paling bergengsi di Tanah Air itu, Persik mencatat prestasi gemilang setelah sukses merengkuh gelar juara Piala Gubernur Jatim I/2004 di Surabaya . Gelar itu kembali direbutnya pada Piala Gubernur III/2005 di Gelora Delta Sidoarjo setelah menyudahi perlawanan tim debutan Persekabpas Kabupaten Pasuruan.
Tangan Dingin Di Balik Persik
Prestasi demi prestasi yang ditorehkan Persik, tak bisa lepas dari perjuangan dan kegigihan beberapa tokoh sepakbola Kota Kediri. Sejak tahun 1999 Walikota Drs H.A. Maschut memegang jabatan sebagai Ketua Umum. Ia dibantu J.V. Antonius Rahman yang saat itu menjabat Ketua DPRD Kota Kediri sebagai Ketua Harian Persik dan tokoh sepakbola, Barnadi sebagai Sekretaris Umum.
Namun tak bisa dilupakan pula perjuangan Iwan Budianto sebagai manajer tim untuk mengangkat citra Kota Kediri di bidang sepakbola bersama Eko Soebekti dan Suryadi, masing-masing menempati posisi asisten manajer operasional dan asisten manajer keuangan.
Untuk aristek di lapangan baik pengurus maupun manajemen saat itu mengangkat mantan pemain Niac Mitra Surabaya, Jaya Hartono dibantu mantan pemain Arema Malang, Mecky Tata bertindak selaku asisten pelatih. Nama Iwan Budianto dan Jaya Hartono sudah cukup lama dikenal oleh publik bola di tanah air. Sebelum bergabung dengan Persik, Iwan Budianto pernah menjadi manajer tim Arema Malang pada Ligina V 1998/1999. Saat itu Arema menempati peringkat ketiga grup tengah II.
Sementara Jaya Hartono sudah tidak asing lagi. Selain malang melintang sebagai pemain di beberapa klub Galatama mulai dari Niac Mitra, Petrokimia Putra, BPD Jateng, Assyabaab Salim Group Surabaya, PKT Bontang hingga karirnya di timnas PSSSI selama sepuluh tahun mulai 1986 sampai 1996. Sebagai orang yang bertangan dingin Jaya Hartono membawa Persik sebagai Juara Ligina IX/2003 bagi Persik. Namun sayang Jaya Hartono tahun 2006 meninggalkan Persik Kediri dan digantikan Daniel Rukito hingga tahun 2007. Meski hanya dua tahun Daniel juga menorehkan sejarah bagi Persik Kediri yakni membawa Persik Juara Ligina XII/2006.
Menghadapi Super Liga Persik mencoba pelatih asing asal Muldova yang cukup dikenal yakni Arcan Iurie (mantan pelatih Persib Bandung dan Persija), sementara manager dipegang oleh orang muda yang cukup mengerti tentang Persik dan segudang pengalaman yang dibawannya yakni Iwan Budianto. Masuknya kembali Iwan dan datangnya Arcan, akhirnya dalam Super Liga Indonesia 2008 Persik memboyong pemain-pemain timnas yang diharapkan membawa kembali Persik Kediri sebagai juara tepatnya triple winner (Juara Liga Jatim, Liga Super dan Copa Dji Sam Soe).
Untuk pertandingan kandang Persik menggunakan Stadion Brawijaya Kediri yang berkapasitas sekitar 20 ribu orang. Sementara untuk kegiatan manajerial Persik dipusatkan di sekretariat Persik di Jl Diponegoro 7 Kediri . No telp dan facsimili 0354-686690. (tabina)